Saturday, 14 March 2015

Mati Sebelum Mati

Katakan aku bisa tersesat.
Katakan aku bisa kehilangan diriku dalam kehadiran-Mu dalam momen luar biasa dari kepasrahan sejati.
Katakan aku bisa tetap selamanya rusak di dalam diri-Mu, demi diri-Mu, bersama-Mu.
Katakan aku bisa tetap disini selamanya.
Jauh, tapi masih tetap disini.
Bukankah Rasulullah bersabda, “Matilah kamu sebelum mati.”
Awalnya, kupikir itu mungkin hanya pengingat.
Untuk mengingatkan akan pertemuan dengan-Mu.
Tapi kemudian aku berfikir betapa inginnya aku bisa mati sebelum kematianku: memiliki jiwa yang tidak lagi berada dalam kehidupan ini bahkan sementara tubuh ini harus tetap tinggal.
Memiliki hati yang dibebaskan dari belenggu dunia bahkan ketika kaki harus melangkah dijalan-jalannya.
Memiliki nafs yang tenang dan puas secara menyeluruh dengan tuhannya bahkan ketika cangkang runtuhnya tetap ada.
Jiwa yang sudah ada disana bahkan sebelum tiba disana.
Jiwa yang terpisah.
Nafs mutmainah dalam artian yang paling sejati, paling mendalam, paling nyata (Al-Fajr[89]: 27).
Seperti apa yang dikatakan ulama besar, “Dia yang tidak memasuki surge hidup ini tidak akan memasuki surge berikutnya.”

No comments:

Post a Comment